Fungsi perpustakaan sebagai penyimpanan, penelitian,
informasi, pendidikan dan cultural, selalu berkaitan dengan informasi yang
disediakan perpustakaan untuk para pemakainya (sekarang ini disebut sebagai
pemustaka). Hal ini menuntut perpustakaan untuk selalu memberikan informasi
kepada pemustaka. Dengan demikian, koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan
seharusnya dapat menjawab kebutuhan informasi para pemustaka. Pemustaka
merupakan setiap orang yang menggunakan sumberdaya dan pelayanan perpustakaan,
meskipun tidak selalu terdaftar sebagai peminjam. Siklus kegiatan perpustakaan
akan selalu menempatkan pemustaka dalam posisi yang sangat penting.
Mencari dan menggunakan informasi sudah menjadi kebutuhan
yang sangat penting bagi masyarakat informasi, dimana mereka sangat bergantung
dengan informasi yang dihasilkan oleh para pekerja informasi. Begitu juga
dengan perpustakaan yang bekerja untuk memberikan informaasi kepada para
pemustaka. Hal tersebut menjadikan perpustakaan berperan besar dalam pemenuhan
kebutuhan informasi pemustaka. Tetapi karakter setiap pemustaka yang
berbeda-beda, menyebabkan informasi yang di cari juga berbeda-beda. Wilson
menyebutkan bahwa aspek sosial budaya, ekonomi politik serta peran sosial manusia
sebagai aspek yang mempengaruhi perilaku penemuan informasi. Wilson adalah
ilmuwan yang sangat aktif menulis tentang perilaku informasi. Karya-karyanya
banyak dikutip oleh para peneliti bidang informasi sejak ia mengeluarkan
serangkaian model pada tahun 1981. Wilson juga dapat dianggap sebagai orang
yang memperjelas perbedaan antara berbagai istilah yang digunakan dalam
penelitian perilaku informasi. Perbedaan aspek tersebut menghasilkan pola pikir
yang mempengaruhi perilaku informasi individu. Dari sini diketahui bahwa banyak
hal yang dapat mempengaruhi perbedaan perilaku informasi antara satu individu
dengan individu lain, atau pun satu kelompok dengan kelompok lainnya. Hal ini
akan berimbas pada munculnya keragaman perilaku informasi dalam perpustakaan,
yang menuntut pustakawan untuk menerapkan strategi yang berbeda pula dalam
menghadapi pemustaka.
Perilaku informasi merupakan hal yang penting dalam
penerapan dan pembangunan sistem informasi. Wilson memperjelas perbedaan antara
berbagai istilah yang digunakan dalam penelitian perilaku informasi. Dia
menyajikan beberapa definisi tentang perilaku informasi, yaitu information
behavior, information seeking behavior, Information Searching Behavior,dan
Information Use Behavior.
Information Behavior is the totality of human behaviorin
relation to sources and channels of information,including both active and
passive information seeking, and information use. Thus, it includes face to
face communication with others, as well as the passive reception of information
as in, for example,watching TV advertisements, without any intention to act on
the information given.
Information Seeking Behavior is the purposive seeking for
information as a consequence of a need to satisfy some goal. In the course of
seeking, the individual may interact with manual information systems (such as a
newspaper or a library), or with computer-based systems (such as the World Wide
Web).
Information Searching Behavior is the ‘micro-level’ of behavior
employed by the searcher in interacting with information systems of all kinds.
It consists of all the interactions with the system, whether at the level of
human computer interaction (for example, use of the mouse and clicks on links)
or at the intellectual level (for example, adopting a Boolean search strategy
or determining the criteria for deciding which of two books selected from
adjacent places on a library shelf is most useful), which will also involve
mental acts, such as judging the relevance of data or information retrieved.
Information Use Behavior consists of the physical and mental
acts involved in incorporating the information found into the person’s existing
knowledge base. It may involve, therefore, physical acts such as marking
sections in a text to note their importance or significance, as well as mental
acts that involve, for example, comparison of new information with existing
knowledge. (Wilson, 2000 vol. 3:1-2)
Information behavior (perilaku informasi) merupakan keseluruhan perilaku manusia
berkaitan dengan sumber dan saluran informasi, termasuk perilaku pencarian dan
penggunaan informasi baik secara aktif maupun secara pasif. Menonton televisi
dapat dianggap sebagai perilaku informasi, demikian pula dengan komunikasi face
to face.
Perilaku penemuan informasi (information seeking behavior)
merupakan upaya menemukan informasi dengan tujuan tertentu sebagai akibat dari
adanya kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu. Dalam upaya ini, seseorang
bisa saja berinteraksi dengan sistem informasi manual (koran, sebuah
perpustakaan) atau sistem informasi yang berbasis komputer.
Perilaku pencarian informasi (information
searching behavior) merupakan perilaku di tingkat mikro, berupa perilaku
mencari yang ditunjukkan seseorang ketika berinteraksi dengan sistem informasi.
Perilaku ini terdiri dari berbagai bentuk interaksi dengan sistem, baik di
tingkat interaksi dengan komputer (misalnya penggunaan mouse atau
tindakan meng-klik sebuah link), maupun di tingkat intelektual dan mental
(misalnya penggunaan strategi Boolean (bentuk information retrieval system/sistem
temu kembali informasi) atau keputusan memilih buku yang paling relevan di
antara sederetan buku di rak perpustakaan) .
Dalam bahasa Inggris seeking dibedakan
dari searching. Di Indonesia selama ini keduanya diterjemahkan sebagai
mencari, lawan-kata dari menelusur secara serampangan, atau merawak (browsing).
Menurut penulis, sesuai uraian Wilson di atas, seeking bersifat lebih
umum walaupun tidak seserampangan browsing, sedangkan searching
bersifat lebih khusus dan terarah. Sebab itu, information seeking adalah
upaya menemukan informasi secara umum, dan information searching adalah
aktivitas khusus mencari informasi tertentu yang sedikit-banyaknya sudah lebih
terencana dan terarah.
Perilaku penggunaan informasi (information
user behavior) terdiri dari tindakan-tindakan fisik maupun mental yang
dilakukan seseorang ketika seseorang menggabungkan informasi yang ditemukannya
dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki sebelumnya.
Kita dapat melihat uraian di atas,
bahwa ketika membahas perilaku informasi, Wilson tidak memasukkan persoalan
data, karena perhatiannya adalah kepada proses transfer antara sistem dengan
pengguna, dan hanya informasi lah yang berada dalam proses tersebut. Istilah
pengetahuan (knowledge) juga dihindari karena Wilson rupanya
tidak melihat pengetahuan sebagai entitas yang
dapat dipindah-pindahkan. Hanya informasi tentang pengetahuan itulah yang
dapat direkam dan dipakai oleh orang lain, dan informasi tidak lain adalah
wakil (surrogate) dari pengetahuan yang tidak komplit.
Perilaku manusia tak lekang dari
semesta yang menghidupinya. Menurut Wilson, kalimat ini berlaku mutlak
dalam upaya mempelajari perilaku informasi (information behavior).
Inti dari pendapat Wilson di awal upayanya mengembangkan teori tentang perilaku
informasi ini dapat dilihat dalam bentuk gambar berikut yang adaptasi oleh Putu
Laxman Pendit dari artikel Wilson, “On user studies and information needs”
yang termuat di Journal of Documentation vol. 35 no. 1 tahun 1981.
Gambar 1: Perilaku manusia tak
lekang dari semesta yang menghidupinya
Dari model tersebut terlihat ada
tiga faktor yang dianggap penting untuk menjelaskan fenomena kebiasaan
menemukan informasi (information seeking), yaitu konteks kehidupan
pencari informasi, sistem informasi yang digunakannya, dan sumberdaya informasi
yang mengandung berbagai informasi yang diperlukan. Ketiga aspek ini berada di
dalam semesta pengetahuan.
Wilson juga menekankan bahwa sistem dalam
model di atas dapat berupa sistem yang sepenuhnya manual, atau yang sepenuhnya
berbantuan mesin (komputer), atau sistem yang digunakan sendiri secara mandiri
oleh pencari, atau dapat pula berupa sistem yang menyediakan bantuan perantara
alias mediator.
Wilson memperjelas konsep
pemustaka/pemakai sebagai objek penelitian perilaku informasi perlu selalu
diletakkan dalam konteks sosialnya. Pemustaka/pemakai sebagai komunikator yang
memakai sumberdaya informasi pribadi maupun organisasinya, dan menggunakan
sumberdaya ini dalam berkomunikasi dengan sesama. Dalam hal ini, maka pemakai
dapat ditinjau dari aspek psikologi sosial dan komunikasi pada umumnya. Lalu
orang ini berupaya menemukan informasi (information-seeker), di sini dia
menjadi komunikator tetapi dalam proses yang lebih spesifik berupa pencarian
dan penemuan informasi, berkaitan dengan sebuah kegiatan komunikasi yang
terpisah dari kegiatan komunikasi umum, melibatkan tidak saja komunikasi
interpersonal, melainkan juga pemakaian sistem informasi formal, yang merupakan
keseluruhan dari peralatan, produk, atau sistem yang secara khusus diciptakan
untuk menyimpan, memelihara, menemukan kembali, atau mengemas-ulang informasi.
Termasuk di sini adalah perpustakaan, berbagai institusi jasa informasi, jurnal
dan pangkalan-data terpasang, berkas record organisasi, sistem arsip,
dan sebagainya. Seringkali, kajian tentang pemakai berkonsentrasi pada satu
aspek ini saja, yaitu aspek interaksi antara manusia dan sistem; padahal
seseorang juga dapat bertindak sebagai seorang penerima jasa informasi (recipient),
sebab tidak semua sistem informasi bersifat pasif. Sebagian besar sistem
informasi secara aktif menawarkan jasa mereka, misalnya dalam bentuk jasa
kesiagaan informasi (current awareness). Berbagai upaya promosi
informasi melalui media massa juga dianggap oleh Wilson sebagai contoh sifat
aktif dari sistem informasi sehingga akhirnya seseorang adalah pengguna dari
informasi yang tersedia di dalam sistem informasi. Wilson mengritik kajian
perilaku informasi yang mengabaikan aspek penggunaan atau pemanfaatan informasi
yang sudah ditemukan atau disediakan oleh sebuah sistem informasi. Wilson
meletakkan keseluruhan perilaku informasi dalam konteks sosial dan komunikasi
yang lebih luas daripada sekadar interaksi antara manusia dan sistem informasi.
Konsep pemustaka/pemakai yang luas
inilah yang kemudian melahirkan model penjabaran perilaku informasi lebih
lanjut, yaitu sebagaimana terlihat di gambar berikut:
Gambar 2: model penjabaran perilaku informasi
Di gambar terlihat bahwa perilaku
informasi dipengaruhi oleh kebutuhan pribadi yang berkaitan dengan kebutuhan
fisiologis, akfektif, maupun kognitif. Pada gilirannya, kebutuhan ini terkait
pula dengan peran seseorang dalam pekerjaan atau kegiatan, dan oleh
tingkat kompetensi seseorang sebagaimana diharapkan oleh lingkungannya. Wilson
merasa peru menegaskan bahwa lingkungan manusia dapat terdiri dari
lingkungan kerja, sosio-kultural, politik, ekonomi, selain tentu saja
lingkungan fisik.
Sewaktu
seseorang terdorong untuk mencari informasi, semua faktor di atas akan
menentukan bagaimana sesungguhnnya seseorang berperilaku mencari informasi.
Selain itu, ada faktor rintangan yang juga akan menentukan bagaimana akhirnya
seseorang bertingkah laku dalam lingkungan sebuah sistem informasi.
Kemudian setelah kebutuhan informasi berubah menjadi
aktivitas mencari informasi, ada beberapa hal yang mempengaruhi perilaku
informasi tersebut, yaitu:
- Kondisi psikologis seseorang. Cukup masuk akal, bahwa seseorang yang sedang risau dan bertampang cemberut akan memperlihatkan perilaku informasi yang berbeda dibandingkan dengan seseorang yang sedang gembira dan berwajah sumringah.
- Demografis, dalam arti luas menyangkut kondisi sosial-budaya seseorang sebagai bagian dari masyarakat tempat ia hidup dan berkegiatan. Kita dapat menduga bahwa kelas sosial juga dapat mempengaruhi perilaku informasi seseorang, walau mungkin pengaruh tersebut lebih banyak ditentukan oleh akses seseorang ke media perantara. Perilaku seseorang dari kelompok masyarakat yang tak memiliki akses ke internet pastilah berbeda dari orang yang hidup dalam fasilitas teknologi melimpah.
- Peran seseorang di masyarakatnya, khususnya dalam hubungan interpersonal, ikut mempengaruhi perilaku informasi. Misalnya, peran menggurui yang ada di kalangan dosen akan menyebabkan perilaku informasi berbeda dibandingkan perilaku mahasiswa yang lebih banyak berperan sebagai pelajar. Jika kedua orang ini berhadapan dengan pustakawan, peran-peran mereka akan ikut mempengaruhi cara mereka bertanya, bersikap, dan bertindak dalam kegiatan mencari informasi.
- Lingkungan, dalam hal ini adalah lingkungan terdekat maupun lingkungan yang lebih luas, sebagaimana terlihat di gambar sebelumnya ketika Wilson berbicara tentang perilaku orang perorangan.
- Karakteristik sumber informasi, atau mungkin lebih spesifik: karakter media yang akan digunakan dalam mencari dan menemukan informasi. Berkaitan dengan butir 2 di atas, orang-orang yang terbiasa dengan media elektronik dan datang dari strata sosial atas pastilah menunjukkan perilaku informasi berbeda dibandingkan mereka yang sangat jarang terpapar media elektronik, baik karena keterbatasan ekonomi maupun karena kondisi sosial-budaya. (Wilson, dikutip dari pendit, 2008)
Kelima faktor di atas, menurut
Wilson, akan sangat mempengaruhi bagaimana akhirnya seseorang mewujudkan
kebutuhan informasi dalam bentuk perilaku informasi. Selain itu, ada faktor
lain yang akan ikut menentukan aktivitas pencarian dan penemuan informasi
seseorang, yaitu pandangan seseorang tentang risiko dan imbalan yang kelak akan
dihadapinya jika ia benar-benar melakukan pencarian informasi. Di tahap ini,
seseorang menimbang-nimbang, apakah perilakunya perlu disesuaikan atau
diselaraskan dengan kondisi yang ia hadapi. Misalnya, untuk contoh kasar saja,
seorang ilmuwan kondang yang merasa akan terlihat “bodoh” di hadapan
pustakawan, mungkin akan berperilaku berbeda dibandingkan seorang dosen yang cuek
dalam hal citranya di mata pustakawan. Sedangkan ilmuwan mungkin berpikir bahwa
bertanya secara langsung kepada pustakawan akan berisiko menurunkan gengsinya,
sementara dosen mungkin tak peduli pada risiko itu sebab ia berkonsentasi pada
“imbalan” yang akan diperolehnya dari pustakawan.
Pada akhirnya, di dalam model Wilson
terlihat bahwa berbagai perilaku informasi (mulai dari yang hanya berupa
perhatian pasif, seperti melakukan observasi dan browsing serampangan,
sampai pencarian yang berkelanjutan) bukanlah wujud langsung dari kebutuhan
informasi seseorang. Terlalu sederhana jika kita menganggap bahwa seseorang
yang datang ke perpustakaan mempunyai kebutuhan yang pasti dan mutlak. Ada
berlapis-lapis faktor yang meng-antarai kebutuhan dan perilaku.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulakan
bahwa perilaku informasi adalah perilaku yang berkaitan dengan sumber dan
segala lini informasi atau saluran informasi tersebut, mencakup semua totalitas
perilaku manusia dalam mencari dan memenuhi kebutuhan informasinya, baik secara
aktif maupun pasif, misalnya komunikasi face to face, menonton televisi,
membaca buku, dan lain-lain.
Information behavior (perilaku informasi) adalah
sub-disiplin ilmu informasi dan perpustakaan. Sebagai seorang pustakawan, kita
harus mengetahui informasi yang dibutuhkan oleh pemustaka/pemakai. Bagaimana
kita bisa mengetahui kebutuhan informasi pemustaka/pemakai, apabila tidak ada
teori information behavior. Teori ini membuat pustakawan tahu informasi
apa yang dibutuhkan oleh pemustaka/pemakai dan membuat pustakawan tahu
bagaimana cara mengelola informasi dalam konteks yang bermacam-macam. Hal itu
disebabkan karena ruang lingkup information behavior ada pada user
needs and uses.
BAHAN PUSTAKA:
Pendit, Putu Laxman. 2008. Perilaku
Informasi, Semesta Pengetahuan. (Diakses dari http://iperpin.wordpress.com/2008/08/07/perilaku-informasi-semesta-pengetahuan/ pada tanggal 18 April 2009)
Pendit, Putu Laxman. 2008. Ragam Perilaku
Informasi. (Diakses dari http://iperpin.wordpress.com/2008/04/04/18/ pada tanggal 18 April 2009)
Wilson, T. D. 2000. Human
Information Behavior. Dalam Special Issue on Information Science Research,
Vol. 3 No. 2.
No comments:
Post a Comment