Serumpun
bambu tumbuh di kebun seorang petani. Pagi itu sang petani dating dan melihat
sebatang bambu yang lebih tinggi dari yang lainnya. Ia berkata kepada bambu
tersebut, “Bambu, saatnya telah tiba bagiku untuk memakaimu.”
“Oh,
silahkan Tuan. Saya bersedia Tuan pakai menjadi apa saja yang Tuan kehendaki.”
Jawab sang bambu.
“Tetapi
agar engkau dapat digunakan, saya harus menebangmu lebih dulu.”
“Apa?
Menebangku? Bukankah diantara semua bambu disini saya yang paling tinggi dan
terlihat paling indah bila ditiup angin?”
“Benar,
tetapi kalau tidak menebangmu, aku tidak bisa memakaimu dengan maksimal.”
Setelah
berpikir sejenak, bambu itu berkata, “ Baiklah Tuan, tebanglah aku.”
“Tetapi
bukan hanya itu saja, saya harus memotongmu dan daun-daunmu agar engkau dapat digunakan sesuai tujuanku.” Kata
Petani itu.
“Belum
cukupkah Tuan menebang saya sehingga harus memotong batang dan daun-daunku?”
“Kalau
tidak begitu, aku tidak bisa menggunakanmu.”
“Baiklah
kalau demikian.”
“Tetapi
masih ada satu lagi. Ruas-ruasmu itu menghalangiku. Jadi aku harus mengeluarkan
tulang-tulang yang ada dalam ruas-ruasmu.”
Sambil
tertuduk si Bambu berkata, “Lakukanlah apa yang Tuan pandang baik.”
Petani
yang empunya kebun itu pun menebang Bambu tersebut, memotong cabang dan daunnya, serta mengeluarkan tulang-tulang dari
dalam bambu itu. Ia menjadikan Bambu itu sebagai saluran untuk mengairi
tanah-tanah gersang yang ada di kebunnya. Akhirnya, pohon-pohon dan semua
tanaman lainnya pun menjadi subur menghijau.
****
Sering
kali, jika ingin Tuhan memakai diri kita dengan maksimal, kita perlu merelakan
diri untuk dikikis dan dibentuk. Karakter, kepribadian, dan sifat-sifat buruk
penghalang kesuksesan harus dibuang. Tentu saja hal ini menimbulkan rasa sakit
yang dalam. Namun, itulah satu-satunya cara agar kita dapat menjadi pribadi
yang berdaya guna. Tuhan menguji kualitas kehidupan kita dengan berbagai cara.
Masalahnya adalah bukan bagaimana cara yang digunakan Tuhan, melainkan
bagaimana respons kita terhadap ujian tersebut, apakah kita rela untuk
dimurnikan atau sebaliknya, kita memilih untuk tetap berjalan menuju tangga
keberhasilan dengan tetap menggunakan karakter-karakter lama yang negative.
Berapa banyak orang yang ingin kaya tetapi tidak ingin memperkaya orang lain? Berapa
banyak yang ingi dimuliakan tetapi tidak memuliakan orang lain? Kita mengingini
hidup sukses dan bahagia tetapi selalu menipu dan menyakiti orang lain.
Sepertinya apa yang kita inginkan sangat tidak sepadan dengan apa yang kita
lakukan. Oleh karena itu, biarkan diri kita dibentuk menjadi pribadi yang
pantas untuk meraih yang terbaik, yang berasal dari Atas.
No comments:
Post a Comment